Kelezatan Sate Maranggi sudah lama melegenda, tidak hanya di Purwakarta, Jawa Barat, tetapi juga di seluruh Indonesia. Hidangan sate khas ini terkenal dengan potongan dagingnya yang empuk, bumbu rempah yang meresap sempurna, dan aroma bakaran yang menggoda selera. Berbeda dengan sate pada umumnya, Sate khas biasanya tidak disajikan dengan saus kacang, melainkan cukup dengan irisan tomat, cabai rawit, dan bawang merah segar sebagai pelengkap. Kekhasan inilah yang membuat setiap gigitan terasa istimewa dan sulit dilupakan.

Asal-usul Sate Maranggi sendiri memiliki beberapa versi cerita, namun yang paling populer adalah kaitannya dengan para pedagang sate di daerah Plered, Purwakarta, pada era kolonial. Konon, nama “Maranggi” berasal dari kata “Ma Ranggi,” yang merujuk pada seorang pedagang sate perempuan yang sangat mahir meracik bumbu. Seiring waktu, resepnya terus berkembang dan diwariskan secara turun-temurun. Sate ini umumnya menggunakan daging sapi atau kambing yang sudah dibumbui semalaman, kemudian ditusuk dan dibakar di atas bara arang hingga matang sempurna. Proses marinasi yang lama ini memastikan bumbu meresap hingga ke serat daging, menghasilkan cita rasa gurih, manis, dan sedikit pedas yang seimbang.

Puncak popularitas Sate Maranggi tidak lepas dari upaya promosi dan pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Pada tanggal 10 April 2024, dalam acara Festival Kuliner Purwakarta yang diadakan di Alun-alun Purwakarta, sebanyak 15.000 tusuk Sate Maranggi ludes terjual hanya dalam waktu empat jam. Acara tersebut dihadiri oleh berbagai pejabat daerah dan disaksikan langsung oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setempat, Bapak Rudi Haryanto, yang menyatakan bahwa kelezatan sate ini adalah aset budaya yang harus terus dijaga. Bahkan, beberapa warung sate legendaris seperti Sate Maranggi Haji Yetty dan Sate Maranggi Cibungur selalu ramai pengunjung, baik dari lokal maupun luar kota.

Pengakuan akan keunikan rasa dan sejarah Sate khas juga semakin mengukuhkannya sebagai ikon kuliner Purwakarta. Pada hari Minggu, 25 Mei 2025, tim ahli kuliner dari Jakarta mengunjungi beberapa sentra Sate khas untuk melakukan dokumentasi resep otentik sebagai bagian dari upaya inventarisasi warisan kuliner Indonesia. Kelezatan sate ini bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang tradisi dan kisah yang menyertainya, menjadikannya hidangan yang tak hanya mengenyangkan perut, tetapi juga memanjakan lidah dan hati.