Di antara hiruk pikuk kota Cirebon, Jawa Barat, berdiri megah sebuah warisan budaya yang tak lekang dimakan waktu: Keraton Kasepuhan. Lebih dari sekadar istana, Keraton Kasepuhan adalah pusat spiritual dan historis dari Kesultanan Cirebon, yang memainkan peran sentral dalam penyebaran Islam di Jawa Barat. Berdiri sejak tahun 1529 Masehi, keraton ini merupakan yang tertua dan paling terawat di Cirebon. Mengunjungi Keraton Kasepuhan berarti menelusuri jejak sejarah Kesultanan Cirebon, yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati, salah satu dari Wali Sanga.


Sejarah Pendirian dan Silsilah

Sejarah Keraton Kasepuhan sangat erat kaitannya dengan figur Pangeran Cakrabuwana (putra Prabu Siliwangi dari Pajajaran) dan Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Pangeran Cakrabuwana adalah yang memulai pembangunan pemukiman dan Keraton Pakungwati (nama awal keraton) di Cirebon. Namun, keraton ini benar-benar mencapai puncak kejayaannya di bawah pimpinan Sunan Gunung Jati.

Setelah mangkatnya Sunan Gunung Jati, terjadi suksesi dan pembagian kekuasaan di antara keturunannya, yang akhirnya membagi keraton menjadi beberapa bagian, salah satunya adalah Keraton Kasepuhan. Keraton ini tetap menjadi pusat kebudayaan dan spiritual, dipimpin oleh Sultan yang merupakan keturunan langsung dari jalur pertama Kesultanan Cirebon. Pembangunan besar-besaran dan penambahan arsitektur banyak dilakukan pada masa Sultan Sepuh I yang memerintah pada akhir abad ke-17.

Keajaiban Akulturasi Arsitektur

Arsitektur Keraton Kasepuhan adalah perpaduan harmonis antara tiga kebudayaan besar: Islam, Hindu-Buddha (Jawa), dan Tiongkok. Akulturasi ini jelas terlihat pada detail-detail bangunan:

  1. Gapura dan Dinding: Gerbang utama keraton, yang disebut Gapura Bajang Ratu, menunjukkan pengaruh Hindu-Majapahit. Dinding di dalam area keraton banyak dihiasi dengan piring-piring keramik Tiongkok kuno dari Dinasti Ming (abad ke-15 hingga ke-17). Pemasangan keramik ini tidak hanya estetika, tetapi juga menunjukkan jalinan perdagangan dan diplomatik yang kuat antara Cirebon dan Tiongkok.
  2. Siti Inggil: Area Siti Inggil (Tanah Tinggi) adalah tempat Sultan menyambut tamu penting atau menyaksikan upacara. Di sini terdapat bangunan tanpa dinding yang ditopang oleh tiang-tiang kayu. Yang menarik, tangga dan fondasi bangunan ini didirikan menggunakan campuran bata merah dan arsitektur kuno.
  3. Masjid Agung Sang Cipta Rasa: Meskipun berada di luar kompleks utama, masjid ini sangat erat hubungannya dengan keraton dan merupakan simbol keislaman kesultanan.

Pelestarian dan Fungsi Kontemporer

Saat ini, Keraton Kasepuhan tidak hanya berfungsi sebagai situs sejarah, tetapi juga sebagai tempat tinggal bagi keturunan Sultan. Sebagian besar kompleks dibuka sebagai museum, dikelola oleh pihak keraton dan dibantu oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon. Museum ini menyimpan berbagai benda bersejarah, termasuk koleksi kereta kencana Singa Barong yang dibuat pada tahun 1649.

Untuk menjaga keamanan dan ketertiban kawasan keraton, terutama selama perayaan adat seperti Upacara Panjang Jimat yang jatuh pada bulan Maulid, Kepolisian Sektor (Polsek) Cirebon Kota secara rutin menerjunkan 30 personel untuk mengamankan jalur dan area keraton. Konsistensi dalam pelestarian historis dan spiritual ini memastikan bahwa Keraton Kasepuhan tetap menjadi sumber pelajaran berharga mengenai akulturasi budaya dan perkembangan Islam di Nusantara.