Di tengah arus globalisasi dan gempuran teknologi modern, Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, berdiri sebagai Desa Tradisional yang teguh memegang prinsip leluhur. Kampung ini bukan hanya sekadar permukiman, melainkan sebuah laboratorium hidup yang mengajarkan harmoni antara manusia dan alam. Ciri khas utama dari Desa Tradisional ini adalah keputusannya untuk menolak intervensi modernitas, terutama listrik dan teknologi canggih, sebagai bagian dari upaya melestarikan karuhun (warisan nenek moyang). Filosofi hidup masyarakatnya yang berpegang teguh pada adat (kepatuhan) ini menjadikan Kampung Naga sebuah fenomena budaya dan sosiologis yang menarik. Ketaatan pada adat ini juga menjadi bentuk Adaptasi Masyarakat terhadap lingkungan dan nilai-nilai warisan.


Kepatuhan Adat dan Struktur Sosial

Kampung Naga terletak di lembah yang curam dan terpencil, dikelilingi oleh hutan bambu dan persawahan. Akses menuju kampung ini hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki menuruni sekitar 400 anak tangga, sebuah mekanisme alami yang membatasi arus masuk modernitas.

1. Aturan Bangunan yang Mengikat

Struktur sosial dan fisik Kampung Naga diatur oleh hukum adat yang sangat ketat:

  • Bahan Bangunan: Semua rumah harus menghadap ke utara atau selatan dan didominasi oleh bahan alami. Dinding harus terbuat dari anyaman bambu (bilik), atap dari ijuk atau daun rumbia, dan lantai dari bambu atau tanah. Penggunaan semen, keramik, dan genteng dilarang total.
  • Jumlah Rumah: Jumlah rumah di kampung ini relatif stabil dan terbatas, yakni sekitar 113 unit rumah tinggal, dan satu balai adat (Bale Patemon) yang merupakan pusat kegiatan komunal.

2. Kehidupan Tanpa Listrik

Penolakan terhadap listrik adalah simbol penolakan terhadap perubahan sosial yang drastis. Penerangan di malam hari hanya mengandalkan lampu minyak tanah (cempor). Keputusan ini memaksa penduduk untuk mempertahankan ritme hidup yang sinkron dengan matahari. Aktivitas harian dimulai sebelum matahari terbit dan berhenti segera setelah matahari terbenam, sebuah gaya hidup yang melatih Menanamkan Nilai Kemanusiaan berupa kesederhanaan dan kedisiplinan.

Data Populasi: Berdasarkan sensus internal yang dilakukan oleh Juru Kunci Adat pada Tanggal 1 Januari 2025, jumlah total penduduk Kampung Naga adalah 310 jiwa yang terbagi dalam sekitar 98 Kepala Keluarga.

Kearifan Lokal dalam Pertanian dan Lingkungan

Masyarakat Kampung Naga mempraktikkan kearifan lokal dalam pertanian dan Program Kebersihan Lingkungan yang berkelanjutan:

  • Pertanian Organik: Mereka bercocok tanam tanpa menggunakan pestisida atau pupuk kimia, mengandalkan sistem irigasi tradisional dari Sungai Ciwulan yang mengalir di dekatnya. Sawah dipanen secara komunal, memperkuat ikatan sosial.
  • Hutan Larangan: Hutan di sekitar kampung dianggap sakral (Hutan Larangan) dan tidak boleh ditebang sembarangan. Pohon hanya boleh diambil dari hutan di luar batas larangan. Perlindungan hutan ini adalah bagian dari filosofi Pengurangan Risiko Bencana alami mereka.

Meskipun dikelilingi oleh modernitas, Kampung Naga berhasil mempertahankan identitasnya sebagai Desa Tradisional yang kaya akan nilai dan kearifan lokal, menawarkan pelajaran berharga tentang pembangunan berkelanjutan yang berbasis budaya.